Aktivis dakwah harus bisa memberikan warna, bukan terwarnai. Ilustrasi: pexels
Menjadi penyampai kebenaran itu tidak
mudah. Akan ada selalu cap-cap yang ditempelkan kepadanya, seperti
radikalis, pemilik surga dan lain sebagainya. Juru dakwah memang harus
hati-hati dengan penyakit jiwa yang dapat menjadi penghalang besar dalam
menyampaikan kebenaran.
1. Tergesa-gesa
Tergesa-gesa tercermin dari sikapnya
saat keinginannya lambat terpenuhi. Dia akan habis kesabaran, dadanya
terasa sempit dan lupa pada Allah Swt. yang telah membuat aturan-aturan
yang tak akan pernah berubah.
Segala sesuatu akan tiba masanya.
Buah-buahan akan tiba masa matangnya dan saat akan panen akan berhasil
dengan baik. Ketergesaan tidak akan membuat ‘buah matang’ sebelumn
waktunya. Manusia tidak memiliki kemampuan itu, begitu pula dengan buah.
Ia akan tunduk pada aturan-aturan atau sunnatullah yang dijalankan
sesuai dengan ukuran dan kadarnya.
Oleh sebab itu, Allah Swt. menurunkan wahyu kepada Rasulullah yang berbunyi,
Maka bersabarlah kamu seperti
orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah
bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada
hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa)
seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari.
(Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan
kaum yang fasik. (Al-Ahqaf 46:35)
Jadi, janganlah tergesa meminta azab karena untuk mereka tidak disiapkan.
2. Emosi
Para juru dakwah kadang suka emosi
ketika melihat orang yang jadi objek dakwah cuek bebek dari ajakannya.
Emosi akan mendorong dirinya berputus asa, padahal dia harus sabar
menghadapi orang yang didakwahi, agar suatu hari nanti hatinya bisa
terbuka.
Allah Swt. berfirman kepada Rasulullah Saw. dan para penggiat dakwah,
Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad)
terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada
dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah
(kepada kaumnya). (Al-Qalam 68:48)
Penggiat dakwah memang harus hati-hati
merespons agar tak jadi dai pemarah sebagaimana dikisahkan tentang Nabi
Yunus sehingga haru menjalani cobaan yang diterimanya.
3. Putus harapan
Orang putus asa atau harapan artinya
tidak sabar. Oleh sebab itu sesuatu yang mendorong seorang petani
menghadapi susahnya menanam, mengaliri dengan air dan merawat tanamannya
adalah keoptimisan ketika memanen.
Jika putus harapan menguasai rasa
optimisme, tak bersisa lagi kesabaran untuk meneruskan pekerjaan. Itulah
yang harus dilawan para pekerja yang bergumul di medan dakwah. Oleh
sebab itu, Al-Qur’an ingin mengusir kebimbangan atau kecemasan yang ada
dalam diri kaum mukim dan menebarkan benih-benih optimisme dalam hati
mereka.
Allah Swt. berfirman,
Janganlah kamu bersikap lemah, dan
janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang
paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Ali
‘Imran 3:139)
Berharap hanya kepada Allah Swt. saja. Ini merupakan pertolongan besar untuk meraih kesabaran, agar tidak mudah putus asa.
Wallahua’lam. [Paramuda/BersamaDakwah]

No comments:
Post a Comment